Character Building 2025 – Kasih yang Tak Terucap

Character Building 2025 – Kasih yang Tak Terucap

 

Kasih orang tua tidak selalu terlihat dan tidak selalu terucap. Kadang hadir lewat keringat, lewat letih, lewat doa yang diam. Selama dua hari, pada 17–18 Oktober 2025, anak-anak diajak untuk sedikit saja merasakan bagaimana perjuangan itu. Melalui kegiatan Character Building, mereka diajak untuk merefleksikan kembali bentuk kasih orang tua yang telah mereka terima selama ini. Selain itu, mereka juga diharapkan dapat memberikan tindakan nyata sebagai ungkapan balas kasih atas cinta orang tua mereka.

Kegiatan ini dikemas dengan begitu emosional. Sejak sore hingga malam, anak-anak menjalani sesi refleksi tentang perjuangan seorang ibu. Esok harinya, mereka diajak untuk berproses dan merenungkan peran ayah serta perjuangannya dalam kehidupan mereka.

Kasih yang Membawa

Sesi awal bertema “Kasih yang Membawa.” Tema ini merefleksikan perjuangan seorang ibu yang mengandung selama sembilan bulan tanpa lelah untuk menghadirkan kehidupan baru. Sejak pertama kali kita hadir di dunia, ada satu sosok yang tanpa henti membawa kita—bukan hanya dalam rahimnya, tetapi juga dalam setiap doa, peluh, dan langkah hidupnya. Ibu menanggung berat di tubuhnya, tetapi hatinya jauh lebih kuat. 

 

Character Building 2025 – Kasih yang Tak Terucap
Anak-anak berpose sambil membawa balon air | Dok. Sekolah

Melalui kegiatan ini, anak-anak diajak untuk merasakan sedikit dari perjuangan itu. Sepanjang sore hingga malam, mereka diminta membawa balon air di perut mereka. Mereka diajak untuk merasakan letihnya perjuangan seorang ibu saat mengandung. Balon itu harus tetap mereka bawa selama beraktivitas, bahkan saat tidur.

Dalam kegiatan ini terdapat dua aktivitas, yaitu “Menjaga Titipan” dan “Menahan Lapar.” Pada aktivitas “Menjaga Titipan”, anak-anak melewati beragam rintangan sambil menjaga agar balon air mereka tidak pecah. Mereka berjalan sangat hati-hati, sebagaimana seorang ibu menjaga kandungannya, tetapi tetap harus beraktivitas untuk keluarganya.


Character Building 2025 – Kasih yang Tak Terucap
Anak-anak saling melayani mengambilkan makan | Dok. Sekolah
 

Selanjutnya, pada aktivitas “Menahan Lapar,” anak-anak belajar berempati terhadap pengorbanan seorang ibu yang rela menahan lapar demi anaknya. Sebelum makan, mereka saling melayani dengan memakaikan kaus kaki dan mengambilkan makanan untuk teman.

Pada akhir setiap aktivitas, anak-anak menuliskan refleksi diri. Mereka diajak merenungkan setiap bentuk pengorbanan yang dirasakan, berempati pada perjuangan orang tua, dan menentukan tindakan kecil yang bisa mereka lakukan setiap hari.

 

Tidur dengan Perut Terganjal

Untuk memperdalam makna, pada malam harinya anak-anak diminta tidur dengan tetap membawa balon air di perut mereka. Misi mereka tetap sama: memastikan balon tidak pecah. Tantangan ini menjadi simbol perjuangan seorang ibu yang sering sulit tidur, merasa pegal di punggung, bahkan sesak napas.
Menariknya, banyak dari mereka tetap bisa tidur nyenyak—meski beberapa kali terbangun untuk mencari posisi yang nyaman.

Kasih yang Menopang

Pada sesi kedua, anak-anak diajak merasakan beratnya perjuangan seorang ayah. Setelah membawa “beban kehidupan” (balon air), kini mereka harus memanggul beban di pundak hingga kegiatan berakhir. Ini menjadi simbol refleksi atas tanggung jawab seorang ayah yang bekerja keras demi keluarganya.


Character Building 2025 – Kasih yang Tak Terucap
Anak memakai sepatu boots dan mengambil air | Dok. Sekolah

 

Terdapat dua kegiatan dalam sesi ini, yaitu “Sepatu Ayah” dan “Arah Masa Depan.” Dalam “Sepatu Ayah”, anak-anak secara berkelompok harus mengisi galon air dengan gelas plastik sambil mengenakan sepatu boots besar yang berat. Sementara pada “Arah Masa Depan”, mereka bergerak berangkulan untuk menggiring bola-bola kecil ke tempat tujuan. Tantangannya adalah bergerak bersama tanpa ada yang tertinggal—melambangkan kebersamaan dalam keluarga.

Di akhir sesi, anak-anak menulis refleksi dan membuat surat cinta untuk orang tua mereka. Tak sedikit dari mereka yang meneteskan air mata karena terharu saat menuliskannya.

Sepatah Kata dari Anak-anak

Menurut saya, kegiatan ini mendorong saya untuk merenungkan bagaimana orang tua memberikan pengorbanannya kepada kita. Walau tidak terucap, saya yakin pengorbanan inilah yang membuat saya ada di titik ini.


Kegiatan ini membantu saya memahami betapa tidak mudahnya orang tua berjuang, berusaha kuat, dan mendidik kita hingga saat ini. Banyak perasaan yang saya alami—takut, khawatir, kesal—namun saya sadar semua itu wajar sebagai bagian dari pengalaman. Yang paling berkesan bagi saya adalah ketika harus tidur menggunakan balon di perut. Rasanya sesak dan sulit tidur. Puncaknya adalah saat kami diajak membayangkan kehilangan seseorang yang sangat saya sayangi. Di situ saya merasa nyesek, menyesal, dan seolah itu benar-benar terjadi.


Semua rangkaian kegiatan ini membuat saya lebih menghargai pengorbanan orang tua. Harapan saya, kegiatan seperti ini terus ada karena sangat bermanfaat. Banyak pelajaran yang dapat dipetik. Wijana is the best!
(Theodora Angelin – Kelas VI)


Sejak kegiatan dimulai, saya merasakan suasana yang penuh makna dari permainan dan refleksi yang diberikan. Saya diajak memahami arti kasih yang tidak selalu diucapkan dengan kata-kata, tetapi diwujudkan lewat perbuatan dan pengorbanan.


Sesi awal sangat menyentuh—tentang perjuangan seorang ibu yang menjaga kandungannya selama sembilan bulan dan rela menahan rasa sakit demi melihat anaknya lahir dengan selamat.
Kasih itu begitu besar dan tak terucap, namun nyata dalam doa dan pelukan hangat.


Saya juga merenungkan pengorbanan seorang ayah yang setiap hari bekerja keras mencukupi kebutuhan keluarga. Meski tak banyak bicara, kasihnya nyata melalui tindakan. Ia rela bekerja di tengah panas dan hujan demi kebahagiaan keluarganya. Dari tindakannya, kita tahu cintanya besar dan berarti.”
(Chalina Reisachi Cahya R. – Kelas VI)

Penulis
Antonius Dwi K., S.Pd.
Sie Kesiswaan SDK Wijana